Judul : SISI KENEGARAAN AL-FAROBI
link : SISI KENEGARAAN AL-FAROBI
SISI KENEGARAAN AL-FAROBI
SISI KENEGARAAN AL-FAROBI
Oleh:Mutawakkil ‘Alallah
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filosof Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Iaadalah seorang filosof pertama yang sistematisdalammembangundasar-dasarNeoplatonisme Islam adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Tharkhan ibn Uzlagh Al-farabi
Tidak begitu banyak yang diketahui orang tentangkehidupan Alfarabi kecuali bahwa dia berasal dari Farab, Transoxiana (sebelahutara Iran). Ayahnya adalah kapten tentara Persia dan kemungkinan besar berdarah Turki. Konon, setibanya di Baghdad pada usia empat puluh tahun, Al-Farabi langsung berguru kepada sejumlah ahli logika terpandang, termasuk Abu Bisyrmatta dan yuhanna ibn Hailan. Al-Farabi sendiri menetap di Aleppo, yang saat itu berada di bawah pemerintahan pangeran Hamdani, Saif Al Daulah banyak mendukung aktifitas keilmuan dan sangat menaruh hormat pada Al-Farabi, tidak lama kemudian, Al-Farabi berpindah ke Damaskus hingga wafat pada tahun 950 dalamusia delapan puluh tahun.
Terlepas dari pernak-pernik metodologisnya, substansi filsafat Al-Farabi yang sebenarnya terlihat pada karyanya yang paling terkenal, Mabadi Ara’ Ahl Al-Madinah Al-Fadhilah (Dasar-Dasar Pandangan Penduduk “Kota Utama). Dalam karya tersebut, Al-farabi menguraikan keadaan alam semesta pada umumnya (ontologi), caranya meng-ada dari wujud Pertama (kosmologi), bentuk pengelompokan politik yang bijaksana (filsafat politik), dan puncak perjalanan jiwa manusia (psikologi filosofis).
Menurut al-farabi manusia, adalah makhluk yang bersifat sosial yaitu mahluk yang hidupnya berkelompok dan bermasyarakat. Karena, kehidupannya selalu bergantung satu sama lain sehingga tidak mungkin untuk hidup individualistis. Kehidupan bermasyarakat ini dimaksudkan untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan hidup, yakni kebahagiaan. Kemudian al-farabi membagi masyarakatmenjadi dua macamyaitu:
1. MasyarakatSempurna
Yaitu masyarakat dalam kelompok besar seperti masyarakat kota. Bisa juga masyarakat yang terdiri dari beberapa bangsa yang bersatu dan bekerjasama dalam hubungan internasional.
2. Masyarakat Tidak Sempurna
Yaitu kelompok masyarakat yang hidup dalam jumlah kecil, seperti masyarakat dalam satu keluarga, atau dalam satu desa.
Dalamkitab Aro’ Ahl al-Madinah al-Fadilah (Beberapa Pemikiran Tentang Negeri Utama). Al-Farabi membagi Negara atau pemerintahan menjadi lima:
1. Negara Utama (al-Madinah al-Fadhilah)
2. Negara Jahil (al-Madinah al-Jahilah)
3. Negara Sesat (al-Madinah al-Dhalah)
4. Negara Fasik (al-Madinah al-Fasiqoh)
5. Negara Berubah (al-Madinah al-Mustabadilah)
Akan tetapi pembahasan hanya terfokus pada masalah yang pertama yaitu Negara Utama. Masyarakat Negara utama adalah masyarakat sempurna yang bagian-bagian pemerintahannya sudah lengkap dan pusat dari segalanya adalah kepala negara yaitu sebagai pengatur dan penggerak dalam setiap bagian dalam pemerintahan.
“Kesempurnaan Manusia,” tulis Al-Farabi dalam mabadiAra Ahl Al-Madinah Al-Fadhilah,”sesuai dengan watak manusia itu sendiri,”tidak akan tercapai tanpa berhubungan dengan manusia-manusia yang lain, kerja sama itu mampunyai tiga bentuk, kerja sama antar penduduk dunia pada umumnya, kerja sama dalam suatu komunitas(ummah), dan kerja sama antarsesama penduduk kota (madinah). Menurut Al-farabi, “kota” adalah tempat terbaik bagi manusia untuk mencapai kesempurnaannya. Kota yang di dalamnya kebahagiaan menjadi mudah dicapai karena usaha koperatif para penduduknya, tak lain adalah “kota utama” yang dicanangkan oleh Al-farabi. Selain “kota utama” ini, yang ada hanya “lawan-lawannya”.
Bentuk generik pertama dari lawan “kota utama” adalah “kota kebodohan”, yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Kota kemestian (necessary city), para penduduk kota ini tidak pedul pada watak sejati kebahagian. Mereka berkumpul sekadar untuk menangguk kemakmura materil dan memenuhi kebutuhan primer.
2. Kota kehinaan, yang di dalamnya para penduduknya mencukupkan diri dengan kekayaan dan kepemilihan materil.
3. Kota kebejatan, yang di dalamnya kenikmatan adalah satu-satunya tujuan.
4. Kota ningrat atau demokrasi berorientasi pada gengsi atau kehormatan publik.
5. Kota tiranik atau despotis, yang di dalamnya penaklukan atau dominasi yang menjadi dambaan para penduduknya.
6. Kota demoktratis, yang di dalamnya kebebasan individual yang menjadi tujuan utama meskipun berujung pada pelanggaran hukum dan anarkisme.
Bentuk generik kedua dari lawan “kota utama” adalah “ kota pembangkang”, yang disebut juga “kota korup”. Para penduduk kota ini umumnya mengenal tuhan dan kehidupan akhirat,namun gagal mengamalkanya. Bentuk ketiga adalah “kota kesesatan”, yang di dalamnya para penduduknya sebetulnya mempunyai pandangan yang benar dan perbuatan yang baik, tetapi kemudian menjadi mursal atau sesat. Bentuk keempat adalah “kota error”, yang di dalamnya para penduduknya begitu nyaman dengan pandangan pandangan yang keliru tentang Tuhan ataupun intelek aktif. Pemimpin kota ini lazimnnya adalah nabi palsu yang menggunakan tipu daya dan kelicikan untuk mewujudkan tujuan tujuanya.[1]
Berlawanan dengan semua kota tadi ialah “kota utama”yang menjadi contoh moral dan teoretis dari kehidupan bermasayarakat. Semua warga kota termaktub sudah tentu mengenali hakekat Tuhan, intelek aktif, kehidupan akhirat, dan bersandar pada tata nilai kebajikan. Pemimpin kota ini adalah seseorang yang becus mengelola segenap bidang kehidupan sepatut-patutnya. Ia harus pula mampu menerima pencerahan intelek aktif, baik lewat bakat (nature) maupun pengembangan diri. Sedemikian rupa sehingga apabila ia menjadi pemimpin berkat kesempurnaan daya-daya teoretisdan praktisnyaniscaya ia adalah seorang filosof. Dan apabila ia sampai mampu mencandrakan (prophecy) masa depan melalui kontak dengan intelek aktif, niscaya ia adalah seorang nabi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Leaman Oliver, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, 1999.
Demikianlah Artikel SISI KENEGARAAN AL-FAROBI
Sekianlah artikel SISI KENEGARAAN AL-FAROBI kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel SISI KENEGARAAN AL-FAROBI dengan alamat link https://motivasiislamiid.blogspot.com/2013/04/sisi-kenegaraan-al-farobi.html
Belum ada tanggapan untuk "SISI KENEGARAAN AL-FAROBI"
Posting Komentar